Dugaan Penampungan dan Pengolahan Oli Bekas Ilegal di Gresik: Tanpa Izin, Tertutup Publik, dan Mengancam Lingkungan

Gresik, mediaborgolindonesia.com – Sebuah lokasi di Jalan Raya Randegansari, Dusun Gadung, Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik, diduga menjadi tempat penampungan dan pengolahan oli bekas ilegal yang beroperasi tanpa izin resmi.

Investigasi yang dilakukan oleh tim media dan lembaga terkait mengungkap sejumlah kejanggalan, di antaranya tidak adanya papan nama perusahaan, tidak mencantumkan izin usaha, serta akses yang tertutup rapat bagi publik. Bahkan, tim investigasi yang berupaya masuk ke area tersebut tidak diberikan izin oleh pihak yang mengelola tempat itu.

Fakta-fakta tersebut memunculkan dugaan kuat bahwa kegiatan di dalamnya berlangsung tanpa legalitas yang sah dan berpotensi melanggar hukum. Selain itu, tidak ditemukan adanya tanda peringatan limbah B3, dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), atau pengawasan dari instansi berwenang.

Modus Operandi dan Dampak Lingkungan

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, praktik pengolahan oli bekas ilegal kerap dilakukan secara sembunyi-sembunyi tanpa standar keamanan lingkungan. Limbah oli bekas yang dikelola tanpa prosedur yang benar dapat mencemari tanah, air tanah, hingga udara. Jika dibuang sembarangan, oli bekas dapat merembes ke sumber air bersih yang digunakan oleh masyarakat sekitar, menyebabkan gangguan kesehatan seperti iritasi kulit, gangguan pernapasan, hingga risiko kanker akibat kandungan senyawa berbahaya dalam oli bekas.

Tidak hanya itu, ada dugaan bahwa tempat ini menjadi pusat daur ulang ilegal, di mana oli bekas diproses tanpa metode pemurnian yang sesuai standar dan dijual kembali sebagai pelumas murah. Produk seperti ini sangat berbahaya karena dapat merusak mesin kendaraan, meningkatkan risiko kecelakaan, serta merugikan konsumen.

Regulasi dan Ancaman Sanksi Pidana

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap usaha yang berkaitan dengan limbah B3 wajib memiliki izin resmi dan menerapkan prosedur pengolahan sesuai standar yang telah ditetapkan.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup secara tegas menyatakan bahwa pengelolaan limbah B3 tanpa izin merupakan tindak pidana lingkungan.

Jika terbukti beroperasi tanpa izin, pemilik usaha dapat dijerat dengan:

Pasal 103 UU 32/2009, yang mengancam hukuman penjara maksimal 3 tahun dan denda hingga Rp3 miliar bagi pelaku usaha yang mengelola limbah B3 tanpa izin.

Jika ditemukan adanya pembuangan limbah B3 secara sembarangan, maka pelaku dapat dijerat dengan Pasal 104 UU 32/2009, yang ancamannya lebih berat, yakni pidana penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.

Jika aktivitas pengolahan ini mengakibatkan kerusakan lingkungan yang serius, maka pemilik usaha dapat dijerat dengan Pasal 98 UU 32/2009, yang memuat ancaman pidana penjara minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun, serta denda Rp3 miliar hingga Rp10 miliar.

Selain itu, jika oli bekas ilegal ini dijual dan digunakan sebagai pelumas, maka pemilik usaha bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang mengancam pelaku usaha dengan penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda hingga Rp2 miliar karena menjual produk yang membahayakan konsumen.

Persyaratan Wajib untuk Usaha Pengolahan Limbah Oli Bekas yang Legal

Sebuah usaha pengolahan limbah oli bekas yang berizin dan legal harus memenuhi beberapa persyaratan utama, antara lain:

1. Memiliki izin usaha resmi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atau instansi terkait.

2. Mengantongi izin pengelolaan limbah B3, yang mencakup izin pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan, hingga pengolahan limbah.

3. Mempunyai AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) atau UKL-UPL (Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan) untuk menilai dampak operasional terhadap lingkungan.

4. Memiliki fasilitas pengolahan yang sesuai standar, termasuk sistem penyimpanan yang aman, peralatan pengolahan modern, serta sistem pembuangan limbah yang tidak mencemari lingkungan.

5. Memasang papan nama perusahaan dan tanda peringatan limbah B3, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

6. Melakukan pelaporan dan pemantauan berkala terhadap aktivitas pengolahan limbah kepada instansi pengawas lingkungan.

Apabila tempat pengolahan oli bekas di Gresik ini tidak memenuhi persyaratan tersebut, maka besar kemungkinan operasionalnya melanggar hukum dan harus segera ditindak.

Pihak Berwenang Harus Segera Bertindak

Dengan adanya indikasi kuat pelanggaran hukum dalam kasus ini, aparat terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup, Satpol PP, dan Kepolisian harus segera turun tangan untuk melakukan investigasi lebih lanjut. Jika ditemukan pelanggaran, maka usaha ini harus segera ditutup, dan pihak yang bertanggung jawab harus diproses secara hukum sesuai peraturan yang berlaku.

Selain itu, masyarakat sekitar juga dihimbau untuk melaporkan setiap aktivitas mencurigakan yang berpotensi mencemari lingkungan kepada dinas lingkungan hidup atau aparat penegak hukum. Kesadaran publik sangat penting untuk mencegah kerusakan lingkungan lebih lanjut dan dampak negatif bagi kesehatan masyarakat.

Kasus ini menjadi peringatan serius bagi pemerintah daerah untuk memperketat pengawasan terhadap usaha ilegal yang berpotensi mencemari lingkungan, terutama yang berkaitan dengan limbah berbahaya seperti oli bekas. Jika dibiarkan, dampak jangka panjangnya bisa sangat merugikan masyarakat dan ekosistem.

(Tim Investigasi)

Array
Related posts
Tutup
Tutup